PLN Didesak Laporkan Ke Publik Hasil Renegosiasi TOP

- 17 Februari 2021, 10:31 WIB
Logo PLN
Logo PLN /pln.co.id

Sementara itu, TOP adalah klausul dalam kontrak perjanjian jual-beli listrik (PPA/ power purchase agreement) antara PLN dengan IPP, yang mewajibkan PLN menyerap listrik sebesar prosentase minimal sesuai availability factor (AF) dari kapasitas terpasang. Nilainya dapat mencapai 80% dari kapasitas terpasang pembangkit listrik.

Klausul ini pada prinsipnya adalah insentif untuk mendorong pihak swasta (IPP), agar mereka tertarik berinvestasi di sektor kelistrikan, khususnya bidang pembangkitan. Sekaligus merupakan jaminan, agar listrik yang dihasilkan mereka akan dibeli oleh PLN. Kebijakan ini cukup tepat di saat kita kekurangan pasokan listrik dan kemampuan modal Pemerintah untuk investasi di bidang pembangkitan masih lemah.

Baca Juga: Tingkatkan Produktivitas Tanaman Hidroponik, PLN Manfaatkan Sinar Lampu Ultraviolet

Namun dalam kondisi sekarang, dimana surplus listrik sudah sedemikian tinggi dan keuangan PLN yang tertekan utang mencapai 500 T Rupiah, klausul TOP ini menjadi sangat memberatkan. Karena PLN terpaksa harus membeli dan membayar listrik yang tidak dibutuhkannya. Akhirnya klausul ini membengkakan besaran subsidi listrik serta suntikan dana kompensasi dari Pemerintah.

Karenanya sudah selayaknya Pemerintah turun tangan membantu PLN melakukan renegosiasi atau meninjau ulang terkait besaran prosentase TOP dengan pihak IPP. Misalnya penurunan TOP sebesar 20% hingga 30% dari kontrak PPA, selama masa pandemi, kemudian dikembalikan saat kondisi sudah normal dan pertumbuhan permintaan listrik meningkat sesuai perencanaan.***

Halaman:

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah