“Sudah sejak 19 tahun lalu RUU PPRT diperjuangkan di DPR dan telah 2,5 tahun tertahan di meja Pimpinan DPR agar menjadi RUU Inisiatif DPR,” tegasnya.
Baca Juga: Indonesia Masuk Era Mafia Hukum, Alvin Lim: Hukum Jadi Industri Para Oknum
Ia menambahkan, Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah pekerja, sehingga mereka berhak mendapatkan hak-hak seperti pekerja lainnya, seperti libur, pengaturan jam kerja, upah layak, cuti, THR dan perlindungan sosial.
PRT bekerja di balik tembok dan gembok sehingga kekerasan yang terjadi pada PRT tersembunyi di balik tembok yang tidak terlihat, bahkan tidak sedikit PRT yang tidak mendapatkan haknya.
Sayangnya, hingga hari ini, Pemerintah dan DPR masih abai pada kenyataan-kenyataan yang menyakitkan bagi jutaan perempuan yang bekerja menjadi PRT.
Baca Juga: KPK Periksa Ruang Kerja Gubernur Khofifah
“22 Desember 2022 merupakan titik nadir RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT). Presiden dan Ketua DPR masih bergeming dengan isu ini,” imbuhnya.
Dalam aksi itu, pengunjuk rasa membacakan pernyataan sikap, Koalisi Sipil untuk UU Perlindungan PRT menyerukan kepada Presiden dan Pimpinan DPR, dengarkan suara para perempuan – ibu PRT korban di balik tembok.
“Kami mendesak Presiden dan Ketua DPR bersuara mendukung pengesahan UU PPRT demi menghentikan kekerasan dan praktek perbudakan modern terhadap ibu-ibu Pekerja Rumah Tangga (PRT),” pungkas mereka.***