Koalisi LSM: Disinyalir Mobilisasi Aparat Besar-besaran untuk Menangkan Putra Presiden

- 10 Februari 2024, 19:37 WIB
Tangkapan layar Calon Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka saat debat keempat yang digelar KPU RI di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024).
Tangkapan layar Calon Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka saat debat keempat yang digelar KPU RI di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). /FOTO: ANTARA/Citro Atmoko

ARAHKATA -  Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk Keadilan Pemilu menyimpulkan bahwa sederet pelanggaran dan penyimpangan dalam proses Pemilu 2024 tidak bisa sekadar dikategorikan sebagai kecurangan pemilu, melainkan kejahatan pemilu.

Koalisi tersebut menilai pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif sudah terjadi.

Koalisi LSM untuk Keadilan Pemilu menilai, penyelenggara negara mulai dari presiden, menteri, kepala daerah, aparatur sipil negara di semua tingkatan, hingga kepala desa dan lurah terlibat dalam kejahatan pemilu 2024.

Baca Juga: KPK Didesak Koalisi Sipil Usut Dugaan Korupsi Prabowo Pembelian Pesawat Mirage Bekas 

Berdasarkan hasil pemantauan sejak penetapan paslon capres/cawapres pada 13 November 2023 hingga 31 Januari 2024, Koalisi LSM menemukan 121 kasus pelanggaran. Jumlah itu disebut meningkat 300 persen dibanding periode Mei-November 2023 yang mencapai 56 kasus.

”Begitu kandidat capres/cawapres ditetapkan, ada mobilisasi aparat besar-besaran,” kata Halili Hasan dari Setara Institute, Kamis, 8 Februari 2024.

Ada tiga bentuk penyimpangan aparatur negara yang teridentifikasi, yaitu pelanggaran netralitas, kecurangan pemilu, dan pelanggaran profesionalitas. Dari tiga bentuk penyimpangan tersebut, Koalisi LSM menetapkan 31 kategori tindakan.

Baca Juga: Megawati: Serukan Jangan Kesengsem Milih Capres karena Bantuan Sosial 

Adapun jumlah tindakan pelanggaran yang paling banyak dilakukan adalah dukungan ASN terhadap kandidat (38 kasus), kampanye terselubung (16 kasus), dukungan terhadap kandidat tertentu (14 kasus), politisasi bansos (8 kasus), dukungan pejabat terhadap kontestan tertentu (9 kasus), penggunaan fasilitas negara (5 kasus), dan dukungan penyelenggara negara terhadap kontestan tertentu (2 kasus).

Halaman:

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x