Bagi keluarga yang merasakan beban krisis ekonomi terburuk yang melanda negara itu sejak merdeka dari Inggris pada 1948.
"Saya pikir kami akan bisa mendapatkan paspor dalam sehari, tetapi sekarang kami harus mengantre selama beberapa hari. Saat hujan, kami duduk di bawah payung. Saat cuaca terik, kami berada di bawah payung. Kami tidak meninggalkan tempat kami.
Jika kami pergi, orang lain akan mengambil antrean," kata Mary (41), dilansir The Guardian, Minggu, 26 Juni 2022.
Baca Juga: Seorang Wanita di Mesir Tewas Dibunuh Usai Tolak Ajakan Menikah
Sementara itu, Perdana Menteri Sri Langka Ranil Wickremesinghe sebelumnya telah mengatakan kepada parlemen.
Orang-orang yang mengantre berhari-hari untuk membeli bahan bakar dan gas untuk memasak adalah pemandangan yang biasa di sana.
Inflasi utama tahunan melonjak hingga 45,3 persen pada Mei tahun ini.
Baca Juga: Gempa M 6,1 Guncang Afghanistan Tewaskan 1.000 Orang Serta Ratusan Rumah Hancur
Pemerintah Sri Lanka sedang berjuang mendapatkan pinjaman untuk mengimpor barang-barang penting di tengah protes di seluruh negeri menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri.
Sebuah tim dari Dana Moneter Internasional (IMF) berada di Sri Lanka untuk merundingkan bailout.
Tetapi bagi orang-orang seperti Mary, meninggalkan negaranya menjadi satu-satunya pilihan untuk mengalahkan kemiskinan.