Rencana Menerapkan MLFF Dibutuhkan Regulasi dan Sosialisasi Pengelola Jalan Tol

22 Maret 2023, 11:18 WIB
Kemacetan di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta, Sabtu 1 Mei 2021 saat musim mudik lebaran. /Antara/Galih Pradipta/

ARAHKATA - Rencana Pemerintah untuk mengimplementasikan sistem pembayaran tol nir sentuh dan tidak henti atau yang popular disebut MLFF (multilane free flow).

MLFF merupakan suatu keniscayaan yang tidak terhindarkan terkait dengan perkembangan teknologi di sektor transportasi.

Setelah pemerintah berhasil melakukan transformasi pembayaran tol dari tunai ke non tunai dalam waktu singkat (2017).

Baca Juga: Kasad Beri Penghargaan Babinsa Berhasil Gagalkan Peredaran Ganja

Sekarang Pemerintah bermaksud melakukan transformasi lagi dalam pembayaran tol yang tidak mempergunakan palang pintu.

Dari kajian yang ada, pemakaian palang pintu tol dapat menciptakan tundaaan perjalanan 3-7 detik.

Secara akumulatif dapat menimbulkan kerugian mencapai empat triliun rupiah dalam setahun akibat dari pemborosan BBM dan waktu yang terbuang saat terjadi tundakan masuk ke tol.

Baca Juga: Tok! DPR Setujui Perppu Ciptaker Jadi Undang-undang

Dengan sistem MLFF diharapkan tundakan tersebut akan hilang.

Penerapan sistem pembayaran tol lewat sistem tanpa henti sebetulnya sudah jamak dilakukan di negara-negara maju.

Jadi bukan sesuatu yang baru sama sekali, Justru kita akan disebut ketinggalan bila masih tetap memakai sistem yang sekarang, yaitu menggunakan kartu.

Baca Juga: Menkopolhukam Mahfud MD Jelaskan Isu Dugaan TPPU Rp300 Triliun

Penggunaan intelligent transportation system (ITS) untuk pembayaran tol merupakan suatu keniscayaan yang tidak terhindarkan lagi.

Persoalan akan memakai OBU (on board unit) sepenuhnya atau kombinasi antara OBU dan aplikasi di HP, itu adalah soal pilihan jenis teknologi saja disesuaikan dengan kondisi masyarakat.

“Yang paling penting adalah transformasi teknologi pembayaran tol tidak mungkin ditarik mundur ke belakang,” Ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi) Darmaningtyas, di Jakarta dikutip ArahKata.com pada Selasa, 21 Maret 2023.

Baca Juga: KPK Ingatkan Rafael Alun Tidak Lari Dari Proses Hukum

Soal menentukan pilihan teknologi yang akan dipakai di MLFF sebetulnya jauh lebih mudah karena banyak ahli IT di Indonesia saat ini.

Sehingga menjadi tantangan besar bagi implementasi MLFF saat ini adalah masalah penegakan hukumnya bagi pelanggar. Ada dua masalah yang perlu dicermati.

Pertama adalah sampai sekarang masih ditemukan adanya kendaraan yang menggunakan nomer polisi palsu alias bodong sehingga sulit melacaknya bila melakukan pelanggaran tidak membayar tol.

Baca Juga: Indonesia Gandeng Huawei Percepat Transformasi Digital

Kedua, masih banyak kepemilikan kendaraan tidak sesuai dengan pemakainya. Contoh kendaraan atas nama A tapi pemakainya B karena oleh A telah dijual namun belum balik nama.

Proses registrasi kendaraan yang belum tertib ini akan menyulitkan dalam proses penegakan hukum karena misal kendaraan atas nama A tadi melakukan pelanggaran tidak bayar tol, maka ketika denda ditujukan ke si A, dia akan mengelak. Jadi butuh waktu lebih lama untuk sampai ke si B.

Agar MLFF ini dapat terimplementasi dengan baik, dibutuhkan regulasi yang mengikat kepada semua pemilik kendaraan dan juga memerlukan dukungan regristrasi dan identifikasi kendaraan secara tertib.

Baca Juga: KPAI Minta Polisi Usut Kasus Anak di Bawah Umur Dijadikan PSK Lokalisasi Gang Royal

Pemerintah perlu membuat regulasi yang mewajibkan pembelian kendaraan yang telah dipakai wajib segera diikuti dengan balik nama, dan balik namanya digratiskan.

Data dari Pembina Samsat menunjukkan bahwa alasan keengganan masyarakat melakukan balik nama kendaraan karena biaya balik nama kendaraan dinilai mahal.

Oleh karena itu Pembina Samsat telah merekomendasikan agar BBNKB (Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor) dan Pajak Progresif dihapuskan agar tidak menjadi kendala orang melakukan balik nama atas nama pribadi.

Baca Juga: Royal Garden Spa Dianugerahi Penghargaan Merek Franchise dengan Tingkat Kepuasan Franchisee Tertinggi

Data yang dihimpun oleh PT Jasa Raharja juga menunjukkan bahwa pendapatan dari BBNKB dan pajak progresif jauh bila dibandingkan dengan bayar pajak reguler.

Bila semua daerah telah melaksanakan penghapusan BBNKB dan pajak progresif, diharapkan akan tercipta proses registrasi dan identifikasi yang lebih tertib sehingga dapat meminimalisir pelanggaran di MLFF, karena nama pemilik kendaraan sesuai dengan tertera dalam STNK.

Registrasi dan identifikasi kendaraan secara akurat selain akan meminimalisir tingkat pelanggaran dalam MLFF, juga akan mensukseskan penegakan hukum secara elektronik (ETLE). Oleh karena itulah kita perlu mendorong terwujudnya registrasi dan identifikasi kendaraan secara tertib.

Baca Juga: Damai Putra Group Rangkul Korsel Bangun Infrastruktur di Kota Harapan Indah

Mengapa perlu registrasi dan identifikasi kendaraan secara akurat?

  1. Kendaraan bermotor (roda 2 maupun 4) menggunakan BBM. Keakuratan data Regiden amat diperlukan untuk penyediaan BBM maupun pengalokasian subsidi BBM
  2. Kendaraan bermotor juga berjalan di jalan yang dibangun dengan uang pajak, sangat tidak adil mrk berkontribusi merusak jalan tapi tdk bayar pajak
  3. Selama ini semua pengendara kalau mengalami laka lantas disantuni oleh JR. Sangat tidak adil bila mereka menerima santunan tapi tidak bayar premi
  4. Kendaraan yang bodong itu juga mengeluarkan polusi udara dan suara, maka wajib bayar pajak
  5. Kendaraan bermotor juga sering dipakai sebagai sarana tindak kejahatan, kalau bodong akan menyulitkan polisi mengusut pelaku kejahatan.

Sebagai upaya untuk melakukan percepatan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, maka:

  1. Perlu dibentuk BADAN REGISTRASI KENDARAAN (BRK)
  2. Perlu ada regulasi yang memaksa, misalkan Pertamina dan SPBU lain hanya melayani pengisian BBM hanya untuk kendaraan bermotor yang bayar pajak
  3. Pemberian santunan kecelakaan dari Jasa Raharja hanya diberikan kepada mereka yang bayar pajak.***
Editor: Wijaya Kusnaryanto

Tags

Terkini

Terpopuler