Rumah Edhy Prabowo Digeledah KPK

2 Desember 2020, 21:57 WIB
Ilustrasi KPK Selidiki Korporasi yang Ikut Terlibat Kasus Edhy Prabowo dan Siap Menjerat dengan Pasal TPPU /Arahkata.com

ARAHKATA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) nonaktif Edhy Prabowo di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Rabu 2 Desember 2020. Hal itu disampaikan Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya di Jakarta.

"Benar, saat ini penyidik KPK sedang melakukan kegiatan penggeledahan di rumah jabatan Menteri KKP Edhy Prabowo. Sampai saat ini, penggeledahannya masih berlangsung. Perkembangannya, akan kami infokan lebih lanjut," ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Dalam rangkaian penggeledahan itu, KPK mengamankan sejumlah dokumen, uang tunai, dan bukti elektronik.

Baca Juga: Gara-Gara Medsos, Ferdinand dan Rudi S Kamri Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Selain Edhy, Komisi Pemberantasan Korupsi juga telah menetapkan 6 orang sebagai tersangka. Yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Selain itu, juga ada pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

Kasus ini berawal saat Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, dan Andreau selaku ketua pelaksananya.

Baca Juga: Sanksi Tegas Bagi Penghadang Tugas Polisi Di Petamburan

Kemudian, pada Oktober 2020, Suharjito datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu Safri. Dalam pertemuan tersebut, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT Aero Citra Kargo atau ACK.

"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelas Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.

Atas kegiatan ekspor benur, PT DPP diduga mentransfer uang ke rekening PT ACK senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, imbuh Nawawi, PT DPP memperoleh penetapan kegiatan ekspor. "Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK," ucapnya

Baca Juga: Erick Thohir Buktikan Hukum Tidak Tumpul

Berdasarkan data kepemilikan, PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Menteri Edhy, serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga untuk Edhy, Iis Rosyati Dewi (IRW) selaku istri Edhy, Safri dan Andreau.

Baca Juga: Keberingasan Begal di Angkot, Membawa Evi Meminta-Minta

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu Amerika Serikat di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujar Nawawi.

Di samping itu, Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau juga disebut menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Para penerima, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Amiril dan Andreau disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca Juga: Laskar Mojokerto Desak KPK Hukum Mati Bupati Mojokerto yang Diduga Selewengkan Dana Covid-19

Sedangkan pemberi, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.***

Editor: Ahmad Ahyar

Tags

Terkini

Terpopuler