Polri Segera Proses Pemecatan Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon

11 Maret 2021, 12:12 WIB
Sidang vonis Brigjen Pol Prasetijo Utomo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Maret 2021 /Restu Fadilah/ARAHKATA

ARAHKATA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akan segera memproses pemecatan untuk dua Jenderal, yakni Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon Bonaparte yang baru saja menerima vonis pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atas kasus suap pencabutan red notice kepada Djoko Tjandra.

Lamanya proses pemecatan bagi dua bekas Jenderal tersebut, lantaran keduanya telah menerima sanksi pidana.

Diketahui, vonis eks Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Prasetijo Utomo divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp 100 jut subsider 6 bulan kurungan.

Baca Juga: Tekad Besarkan Partai, Andi Kartini Resmi Calon Ketua Golkar Sinjai

Sementara rekan sejawatnya, eks KadivhubInter Irjen Napoleon Bonaparte yang diputus pengadilan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Hal ini dituturkan oleh Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono kepada wartawan.

"Untuk keduanya mungkin kewenangan dari Kadiv Propam nanti yang akan melaksanakan sidang kode etik untuk memutus layak atau tidaknya menjadi anggota Polri. Tapi yang jelas hukuman ini (sanksi pemecatan) adalah tambahan yang mengikuti hukuman utamanya dari pengadilan," katanya, Kamis, 11 Maret 2021.

Sementara itu, dikonfirmasi terpisah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo memastikan kedua eks Jenderal Polri ini bakal diperlakuka Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH). Aturan PDTH ini baju pada aturan dalam PP Nomor 1 Tahun 2003.

Baca Juga: TNI AU Kerahkan 2 Pesawat F-16 Pantau Karhutla Riau

"Berdasarkan aturan PP 1 tahun 2003, anggota Polri melakukan tindak pidana diatur dalam pasal 12 ayat 1 anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, ungkapnya kepada wartawan.

Apabila, lanjut Ferdy, dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dia menambahkan, pada Ayat 4 dijelaskan bahwa pemberhentian akan dilaksanakan berdasarkan ketentuan dari Ayat 1. Dimana proses pemberhentian harus melalui sidang komisi kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selain itu, status kedua jenderal tersebut masih tercatat sebagai anggota Kepolisian sampai putusan banding atau kasasi yang diajukan oleh keduanya belum bisa diputuskan.

Baca Juga: Hakim Sebut Nurhadi Berjasa dalam Pengembangan Kemajuan MA

"Polri masih menunggu keputusan inkrah dari kedua anggota kami yaitu apakah yang bersangkutan banding atau tidak bila yang bersangkutan banding maka Polri menunggu putusan inkrah yang bersangkutan menerima putusan tersebut maka akan segera melaksanakan sidang KAA atau Komisi Kode Etik Profesi," tutur Ferdy Sambo.

Seperti diketahui, Dua Jenderal Polri tersebut diduga terlibat dalam kasus penghapusan red notice atau surat penanda buronan interpol bagi Djoko Tjandra.

Dalam fakta persidangan yang ICW rangkum eks Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo terbukti menerima suap US$100 ribu dari Djoko Tjandra melalui tangan Tommy Sumardi seorang pengusaha pelayanan jasa penghubung antara Djoko Tjandra dan Prasetijo.

Baca Juga: Pemerintah Keluarkan RUU Pemilu Dari Prioritas Prolegnas 2021

Setelah perkenalan keduanya, Brigjen Prasetijo pun mengenalkan Djoko Tjandra dengan eks Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Irjen Napoleon Bonaparte memiliki kewenangan sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional, ia juga membawahi NCB Interpol Indonesia. 

NCB Interpol Indonesia memiliki kuasa untuk menerbitkan surat red notice atau DPO interpol untuk Djoko Tjandra. NCB Interpol Indonesia kemudian diperintah Irjen Napoleon untuk mencabut Red Notice Djoko Tjandra dengan alasan pihak Kejaksaan Agung tidak lagi memperpanjang setelah 2014.

Usai membantu Djoko Tjandra kemudian Irjen Napoleon Bonaparte diberikan upah sebesar US$370 ribu dan SGD200 ribu.

Upaya kabur Djoko Tjandra sendiri dilakukan karena Djoko Tjandra terlilit kasus dan buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali.***

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler