Mantan Wabareskrim Polri Ditetapkan Sebagai Terdakwa, Kuasa Hukum Heran

10 Maret 2023, 00:11 WIB
Gunawan Raka, Kuasa hukum Johny M Samosir /Agnes Aflianto/ARAHKATA

ARAHKATA - Mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri, Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir, pada Kamis, 9 Maret 2022 menjalani sidang perdana (Pembacaan Surat Dakwaan) sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

Johny sendiri ditetapkan sebagai terdakwa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat dengan tuduhan melakukan tindak pidana penggelapan dan melanggar pasal 372 KUHP yang setelah itu dilakukan penahanan pada 1 Maret 2023. 

Surat perintah penahanan mantan Wakabareskrim itu diterbitkan atas berkas perkara dari penyidik Bareskrim Polri No. BPBP/49/VI/2021 Dittipidum tanggal 25 Juni 2021

Baca Juga: Modus Penipuan Robot Trading ATG, Kerugian Korban Capai Rp 9 Triliun

Pria asal Pematang Siantar, Sumatera Utara tersebut ditahan sebagai Direktur PT Konawe Putra Propertindo (KPP) setelah dikhawatirkan akan melarikan diri. 

PT KPP sendiri diketahui adalah perusahaan pembangun dan perintis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Perusahaan tersebut diundang oleh Pemerintah Kabupaten Konawe untuk berinvestasi dalam pembangunan kawasan industri diatas lahan 5.500 Hektar. 

Baca Juga: Perempuan AG Resmi Ditahan Terkait Kasus Penganiayaan Mario Dandy Terhadap David

Namun, ditengah jalan Johny M Samosir dilaporkan ke Bareskrim Polri sebagaimana tertuang dalam laporan polisi Nomor: LP/B/1063/XII/Bareskrim atas nama pelapor Davin Pramasdita dengan tudingan melakukan tindak pidana penggelapan 64 sertifikat. 

Kuasa hukum Johny M Samosir, Gunawan Raka merasa heran dengan penetapan tersangka kliennya kemudian dijadikan terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jakarta Pusat. 

"Dia (Johny M Samosir) ditetapkan sebagai tersangka oleh JPU yang mana sudah P21, terus dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Masalahnya, dalam proses 'Penyidikan' biasanya dilalui penyelidikan, penyidikan, baru proses penuntutan," ungkap Gunawan Raka kepada wartawan setelah sidang, di PN Jakarta Pusat, Kamis 9 Maret 2023.

Baca Juga: Sidang Sengketa Informasi dengan Bumigas Energi, Termohon Kejagung dan KPK Tidak Hadir

"Selama proses penyidikan klien kami tidak pernah di BAP dan dimintai keterangan, padahal keterangan terdakwa itu adalah mutlak yang menjadi syarat untuk perkara dilanjutkan ke tahap penuntutan," sambungnya. 

Gunawan melanjutkan, dalam proses pra penuntutan, harus ada koordinasi antara penyidik dan JPU yang mana hal itu diatur dalam UU KUHPidana dan UU Kejaksaan. Kata dia, hal itu untuk kelengkapan berkas yang mengatur hak-hak tersangka mengajukan saksi yang meringankan. 

"Merujuk kepada si tersangka tidak pernah di BAP bagaimana dia mengajukan saksi yang meringankan? Karena jaksa tidak memberikan itu dalam bentuk P19 kepada penyidik. Itu dilakukan untuk melindungi hak-hak tersangka dalam melakukan pembelaan atas dugaan tuntutan yang disangkakan kepada dirinya," jelas Gunawan. 

Baca Juga: Perempuan A Jalani Pemeriksaan Kasus Penganiayaan Mario Dandy Terhadap David

Dalam sudut hukum acara, menurutnya hal itu disebut cacat formal. Dimana dalam proses penahanan, meskipun proses ini penyidikan, penuntutan, dan seterusnya pada saat penyidikan tersangka tidak pernah ditahan. 

"Artinya apa? Merujuk pasal 21 KUHAP penyidik mempunyai keyakinan tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, tidak mengulangi tindak pidana, dan tidak mempersulit proses persidangan. Kenapa, pada tahap P21 (pelimpahan) jaksa langsung melakukan penahanan? Dalam pertimbangan KUHAP itu tidak masuk semua, ini merupakan pertimbangan subjektif dari JPU," tegas Gunawan. 

Masih kata Gunawan, substansi perkara Johny M Samosir sendiri terjadi pada periode tahun 2015 sampai 2018. Pada saat itu Johny masih sebagai Wakabareskrim era Budi Waseso menjabat Kabareskrim Polri. 

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Adanya Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun di Kemenkeu

Dalam subtansi perkara, kata Gunawan adalah perkara surat yang dimaksudkan oleh pelapor itu sendiri yang mana mereka mengetahui itu tidak ada pada Johny. Melainkan ada pada tersangka (Huang Zuochao, dkk selaku Direktur Perusahaan PT KPP direksi lama) yang sudah di “Red Notice” atau masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Karena sebelum peristiwa ini terjadi, klien kami memerintahkan Wakil Direktur atas nama Eddy Wijaya untuk membuat laporan di Polda Sultra. Dengan nomor laporan yang teregistrasi dengan Nomor: LP/281/VI/2019/SPKT Polda Sultra tertanggal 20 Juni 2019. Namun, laporannya mandek saat ingin dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sultra. Lalu, perkara itu di 'take over' oleh Bareskrim Polri yang mana perkara itu dihentikan (SP3)," tegasnya. 

Surat sertifikat yang berjumlah 64 tadi, kata Gunawan dibawa tersangka ke luar negeri (China). Setelah itu muncul laporan yang menjadi acuan pelapor melaporkan Johny M Samosir melakukan dugaan penggelapan surat dengan pasal 372 KUHPidana. 

Baca Juga: KPK Angkat Bicara, Pasca Firli Bahuri Diterpa Isu Terima Suap Kasus Formula E

Dia menilai, tuntutan JPU Kejari Jakarta Pusat terhadap Johny M Samosir terdapat keganjilan, karena tidak melalui proses BAP. 

"Proses hukum ada namanya tempos delik dan fokus delik. Nah, klien kami ditetapkan sebagai tersangka saat proses BAP yang penuh keganjilan," pungkas Gunawan. ***

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler