Eks Gubernur Sultra Diduga Terima Fasilitas Mewah Selama di Penjara

- 2 April 2021, 13:08 WIB
Lapas Sukamiskin Bandung.
Lapas Sukamiskin Bandung. /Dok. Humas KPK

ARAHKATA - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) semestinya bisa menjadi tempat binaan bagi para narapidana (napi) agar tidak mengulangi perbuatan buruknya.

Tapi alih-alih mendekam di balik dinginnya tembok penjara, banyak narapidana yang justru malah dimanja.

Mereka tetap bisa plesir dan mendapatkan fasilitas mewah meski mengemban status sebagai narapidana. Salah satunya seperti yang dinikmati oleh terpidana korupsi, Nur Alam.

Baca Juga: Taman Benteng Pancasila Kota Mojokerto Akan Ditata

Berdasarkan hasil investigasi Gerakan Mahasiswa Nusantara, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) itu memiliki sel berukuran lebih besar dari sel lainnya. Sel yang dihuni Nur Alam disulap layaknya hotel.

Betapa tidak, sel yang sejatinya hanya beralaskan kasur tipis malah dilengkapi oleh berbagai fasilitas seperti spring bed, AC, kulkas, televisi, wastafel serta kamar mandi yang lengkap dengan toilet duduk.

"Nur Alam setelah ditaruh di Lapas Sukamiskin seakan-akan bukan terpidana karena dia bebas menggunakan fasilitas mewah," ucap Risal, Koordinator GMN di Gedung Merah Putih KPK.

Baca Juga: Siagakan Kamtibmas, Polda Jateng Siapkan Pasukan Terlatih

Fasilitas mewah lainnya yang dinikmati oleh Nur Alam adalah saung elite. Saung itu, kata Risal, kerap dipergunakan oleh Nur Alam untuk berjumpa dengan keluarga dan kolega sambil menikmati sajian makan-minum dan menggelar aneka acara.

Selain itu, Nur Alam juga disebut bebas keluar masuk penjara. Bahkan, Nur Alam dituding kerap pulang-pergi ke Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kendati demikian, tidak dijabarkan kapan Nur Alam pulang ke Kendari. Kata Risal, fasilitas mewah dan privillage telah dinikmati Nur Alam sejak mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

"Sudah sejak dari dia (Nur Alam-red) masuk sel," imbuhnya.

Baca Juga: Felicya Angelista - Immanuel Caesar Hito Segera menjadi Orang Tua

Fasilitas dan akses keluar-masuk yang diperoleh Nur Alam itu tentu tidak gratis. Ada tarif yang mesti dibayar dan kongkalikong dengan oknum lapas.

"Nur Alam dengan finansial dia yang begitu banyak, dia bisa membayar oknum-oknum dari Kemenkumham khususnya di Lapas. Kami duga ada oknum Lapas terlibat penggunaan fasilitas yang diberikan kepada Nur Alam," kata Risal.

Atas dasar itu, Risal mendesak KPK untuk membongkar kembali praktik tersebut. Sebab, jika dibiarkan penanganan kasus korupsi akan sia-sia karena tidak memberikan efek jera.

Baca Juga: Heboh Artis SA Susah Bayar Utang, Shandy Aulia Akui Itu Dirinya

Sebagai informasi, Nur Alam dieksekusi ke Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat pada Januari 2019. Itu lantaran kasus korupsi yang membelitnya sudah memiliki kekuatan hukum tetap alias incraht.

Eksekusi dilakukan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2633 K/PID.SUS/2018 tertanggal 5 Desember 2018. Dengan demikian artinya Nur Alam akan menjalani masa hukuman penjara sekitar 12 tahun lamanya dikurangi masa tahanan.

Putusan itu dijatuhkan melalui proses yang panjang. Di mana, di tingkat pertama, majelis hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) pada PN Jakpus menjatuhkan vonis 12 tahun penjara untuk Nur Alam.

Tak terima, Nur Alam mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Namun, bukan keadilan yang didapat, hukuman penjara malah ditambah menjadi 15 tahun.

Baca Juga: Larangan Mudik, Pengusaha Bus di Kudus Protes

Masih tak terima, Nur Alam pun mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA).

Hasilnya, hakim di tingkat MA sepakat menjatuhkan hukuman penjara selama 12 tahun dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun pasca menjalani hukuman pokok kepada suami Tina Nur Alam tersebut.

Selain itu, Nur Alam juga diwajibkan membayar uang pengganti sebanyak Rp2,78 miliar. Dengan ketentuan memperhitungkan harga 1 bidang tanah dan bangunan yang terletak di Komplek Premier Estate Kav.1 No 9 Cipayung, Jakarta Timur yang disita KPK saat proses penyidikan.

Namun, jika mantan Politikus PAN itu tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Baca Juga: Ditemukan Klaster Pesantren Terpapar Covid-19 di Solo

Namun dalam hal ia tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka dipenjara selama 2 tahun.

Adapun Nur Alam merupakan terpidana kasus korupsi dalam persetujuan izin usaha pertambangan di wilayah kekuasaannya. Ia dinilai terbukti menerima gratifikasi sebanyak US$4,5 Juta atau setara Rp40 miliar dari Richorp Internasional.***

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x