PKS Desak Pemerintah Cabut Izin Operasi PLTP Sorik Merapi

- 6 Februari 2021, 15:17 WIB
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)./Pixabay
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)./Pixabay /

ARAHKATA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mendesak Pemerintah untuk mencabut izin operasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT. Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP), Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Mulyanto menilai manajemen SMGP tidak mampu mengelola dan mengoperasikan PLTP secara benar sehingga menyebabkan musibah kebocoran gas buang yang menewaskan 5 orang warga dan lebih dari 50 orang dirawat di rumah sakit.

Menurut Mulyanto ini adalah kejadian mal-operasional yang sangat fatal sekaligus preseden buruk bagi bangsa ini yang tengah mendorong penggunaan EBT. Apalagi musibah itu terjadi di saat Komisi VII DPR RI tengah mempersiapkan RUU EBT.

Baca Juga: PKS: Target Lifting Minyak 1 Juta BPH Sangat Ambisius

"Karena pelepasan uap/gas adalah operasi rutin di PLTP dan bersifat alamiah, dimana uap air bercampur dengan gas. Karena itu uap air tersebut harus dikelola sedemikian rupa dengan prosedur baku sebelum dilepas melalui cerobong uap, agar uap air yang dibuang ke lingkungan tersebut mememuhi batas aman dalam wilayah aman.

Namun dari laporan Dirut PT Sorik Merapi Geothermal Power (PT.SMGP) dan Dirjen EBTKE, Kementerian ESDM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI ditemukan fakta-fakta, bahwa pengelolaan keselamatan PLTP ini sangat sembrono.

Korban meninggal dan pingsan di temukan pada titik 96-125 m dari cerobong pelepasan gas, padahal wilayah aman instalasi adalah di atas 300 m dari cerobong.

Baca Juga: PKS Desak Pemerintah Investigasi Menyeluruh Kecelakaan PLTP Sorik Merapi

Artinya pihak perusahaan tidak melakukan sterilisasi pada wilayah di dalam radius instalasi 300 m, yang menjadi SOP pelepasan gas. Ini disebabkan karena jarak antara pembangkit dengan pemukiman penduduk relatif dekat dan tidak ada kontrol pada batas radius 300 m, sehingga dengan mudah penduduk masuk ke dalam radius operasi tersebut," jelas Mulyanto.

Mulyanto juga menyayangkan durasi yang singkat dan minimnya sosialisasi kepada masyarakat atas rencana operasi tersebut. Sosialisasi dilakukan kurang-lebih 3 jam sebelum operasi dan itu pun dilakukan oleh tenaga keamanan yang tidak cukup pengetahuan akan bahaya operasi pelepasan gas/uap ini. Petugas sendiri tidak paham potensi bahaya akibat pelepasan gas beracun itu.

Halaman:

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x