Siapkan Restorative Justice Narapidana Dewasa, Ditjenpas Libatkan Pakar Buat Aturan

4 Juli 2022, 22:40 WIB
Sejumlah Warga Binaan Rutan Bandung mendapat penjelasan soal asimilasi rumah, Sabtu 2 Juli 2022 /Uma Farhan/Subangtalk

ARAHKATA – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) kian serius dalam mengupayakan penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ) bagi narapidana dewasa.

Menggandeng Center for Detention Studies (CDS), Ditjenpas melaksanakan diskusi penyusunan pedoman penerapan RJ dalam penyelenggaraan Pemasyarakatan, di Kantor Ditjenpas, Jakarta Pusat, Senin, 4 Juli 2022.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Heni Yuwono mengatakan, RJ merupakan salah satu program prioritas yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Baca Juga: Kasus Mafia Tanah, Ronny F Sompie: Hakim Sering Tak Periksa Perkara Secara Materiil

Menurutnya, institusi penegak hukum lainnya seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung telah mulai menerapkan RJ pada kasus tindak pidana anak maupun dewasa.

“Kita berdiskusi hari ini dengan mengumpulkan pakar untuk membuat kerangka restorative justice Pemasyarakatan, khususnya bagi narapidana dewasa dengan tetap menjaga marwah Pemasyarakatan dan independensi pembinaan warga binaan pemasyarakatan (WBP),” tutur Heni.

Sementara itu, Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Bimkemas PA), Pujo Harinto mengatakan, optimisme Pemasyarakatan dalam pelaksanaan RJ bagi narapidana dewasa ini, berkaca pada keberhasilan RJ pada perkara Anak.

Baca Juga: Serobot Tanah Rakyat, Beathor Ingatkan Istana yang Bersahabat dengan Pelaku Bisnis Properti

Pasalnya, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), angka pemidanaan penjara pada Anak berhasil ditekan.

Berdasarkan data Direktorat Bimkemas PA, di tahun 2020, jumlah pemenjaraan anak turun menjadi 25%, di mana 75% lainnya berhasil diselesaikan dengan putusan nonpenjara.

Jumlah ini jauh menurun bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana puncaknya pada 2013 putusan penjara Anak mencapai 90%.

Baca Juga: Rampas Uang Rakyat Eks Kades di Tangerang Buronan Nasional

Pujo menegaskan, konsep utama RJ adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, dan pihak lain.

Terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

“Untuk itu, kita mencarikan bagaimana memperlakukan para pelanggar hukum dengan tujuan utama memulihkan dengan tetap mempertimbangkan HAM masing-masing orang,” tutur Pujo. 

Baca Juga: Nekat! Mahasiswi Hajar Petugas, Dijerat 5 Tahun Penjara

Menurut Pujo, RJ sangat berpotensi diterapkan pada kasus kejahatan yang tidak terlalu berat.

Terlebih saat ini, semangat punitive (penghukuman) masyarakat telah menyebabkan keadaan kelebihan penghuni (overcrowded) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Overcrowded ini menjadi sumber utama berbagai permasalahan Pemasyarakatan, seperti pelarian, kerusuhan, penyelundupan narkoba, pungutan liar, penyakit menular, residivisme, hingga membengkaknya anggaran penyelenggaraan Pemasyarakatan.

Baca Juga: Holywings Digugat Pemuda Islam dan Kristen Rp 35,5 Triliun

Menurutnya, penyelenggaraan RJ di Pemasyarakatan akan diarahkan pada tahap pra-ajudikasi, ajudikasi, hingga post-ajudikasi.

Di Pemasyarakatan, sebenarnya RJ sudah diimplementasikan, di antaranya melalui keberadaan PK dan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (Pokmas Lipas).

“Kita berharap, dengan sinergi dan harmonisasi yang baik antara seluruh institusi penegak hukum, pelaksanaan restorative justice di Indonesia dapat terlaksana dan menyusul keberhasilan sistem Pemasyarakatan Belanda,” tandasnya.***

 

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: ditjenpas.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler